Mengapa Pemecahan Masalah ?
Sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika (2006:346) baik untuk tingkat SD, SMP, maupun SMA dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Ini jelas membutuhkan kemampuan pemecahan masalah matematis tingkat tinggi. Selain itu, berdasarkan teori belajar yang dikembangkan Gagne, (Suherman dkk, 2003:89) bahwa ketrampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalaui pemecahan masalah.
Kenyataan ?
Sedangkan kenyataan dilapangan menunjukkan hal yang tidak diinginkan. Hasil penelitian OECD PISA, dukungan Bank Dunia (Adiyoga dalam Faizan, 2010:2) terhadap 7.355 siswa usia 15 tahun dari 290 siswa SLTP/SMA/SMK se-Indonesia pada tahun 2003 diketahui bahwa 96% dari siswa tersebut hanya mampu menguasai matematika sebatas memecahkan satu permasalahan sederhana, mereka belum mampu menyelesaikan masalah yang kompleks dan masalah yang rumit. Herman (2000:1) menyatakan bahwa:
“Banyak guru mengalami kesulitan dalam mengajarkan siswa bagaimana memecahkan permasalahan sehingga banyak siswa kesulitan mempelajarinya. Kesulitan ini muncul karena paradigma bahwa jawaban akhir sebagai satu-satunya tujuan dari pemecahan masalah.”
Apa Pemecahan Masalah Matematis Itu ?
Beberapa ahli mendefinisikan masalah (secara umum sebagai berikut) :
a. Ruseffendi (Arifin,2008:25) menegaskan bahwa masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang dapat diselesaikan tetapi tidak menggunakan cara/algoritma yang rutin.
b. Cooney, et al (Shadiq, 2004) menyatakan bahwa “… for a question to be a problem, it must present challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student.”.
c. Lester (Sopiyah, 2010:9) mendefinisikan masalah sebagai suatu situasi dimana seseorang atau kelompok ingin melakukan suatu tugas, tetapi tidak ada algoritma yang siap dan dapat diterima sebagai suatu metode pemecahannya.
d. Polya (Suherman, 1992), menyatakan bahwa suatu persoalan atau soal matematika akan menjadi masalah bagi seorang siswa jika: (1) Mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan, ditinjau dari segi kematangan mental dan ilmunya, (2) Belum mempunyai algoritma/prosedur untuk menyelesaikannya, dan (3) Berkeinginan untuk menyelesaikannya.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu persoalan disebut masalah jika persoalan tersebut mermuat unsur ”tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin.” Artinya, termuatnya unsur “tidak dapat diselesaikan oleh prosedur rutin” pada suatu persoalan yang akan diberikan pada siswa akan menentukan persoalan tersebut merupakan masalah atau bukan. Dapat terjadi keadaan dimana suatu persoalan akan menjadi masalah bagi sebagian siswa, namun bagi sebagian siswa lain yang telah mengetahui prosedur penyelesaiannya bukan merupakan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Schoenfeld (Jacob, 2010:3) yang menyatakan bahwa suatu masalah selalu relatif terhadap individu yang terlibat.
Strategi Pemecahan Masalah
Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika hanya jika pertanyaan tersebut menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat diselesaikan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui. Cara yang sering digunakan pada proses pemecahan suatu masalah disebut strategi pemecahan masalah. Jacob (2000:6) mengemukakan ada enam strategi untuk menyelesaikan masalah, yaitu:
a. Perkiraan dan tes (Guess and Test)
b. Menggunakan suatu variabel (Use a Variable)
c. Menggambarkan suatu gambar (Draw a Picture)
d. Mencari suatu pola (Look for a Pattern)
e. Membuat suatu daftar (Make a List)
f. Mengelesaikan suatu masalah tersederhana (Solve a Simpler Problem)
Pemecahan Masalah Sebagai Tujuan
Pemecahan masalah memiliki suatu kepentingan dalam studi matematika. Tujuan utama dari belajar dan mengajar matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan berbagai masalah matematika kompleks yang mendalam (Jacob, 2010:2). Branca (Sumarmo dalam Arifin, 2008:26) bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan utama pengajaran matematika dan bahkan sebagai jantungnya matematika.
The National Council of Teachers of Mathematics (Jacob, 2010) merekomendasikan bahwa pemecahan masalah merupakan fokus dari matematika. Hal ini didukung oleh Wilson (Jacob, 2010:9) bahwa pemecahan masalah seharusnya merupakan suatu tujuan pembelajaran matematika. Apabila pemecahan masalah dipandang sebagai suatu pertimbangan penting di sini adlaah belajar bagaimana untuk menyelesaikan masalah merupakan alasan utama untuk mempelajari matematika.
Jacob (2010:13) mengungkapkan bahwa studi matematika dengan menekankan pemecahan masalah sedemikian sehingga siswa:
a. Dapat menggunakan pendekatan masalah dalam matematika untuk menyelidiki dan memahami konten matematis,
b. Dapat memformulasikan masalah dari situasi dalam kehidupan sehari-hari dan situasi matematis,
c. Dapat mengembangkan dan menggunakan strategi untuk menyelesaikan suatu masalah yang beraneka ragam secara luas,
d. Dapat menguji dan menginterpretasikan hasil terhadap masalah asli, dan
e. Mendapatkan keyakinan dalam menggunakan matematika secara “bermakna”.
Artinya, seseorang dikatakan memiliki kemampuan/kompetensi pemecahan masalah matematis jika memenuhi lima kriteria di atas.
Sumber :
Arifin, Z. (2008). Meningkatan Motivasi Berprestasi, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Melalui Pembelajaran Matematika Realistik Dengan Strategi Kooperatif di Kabupaten Lamongan. Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Depdiknas. (2006). PERATURAN MENTRERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 STANDAR INI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH. Jakarta: Depdiknas.
Faizan, F. A. (2010). Pengaruh Penerapan Model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dengan Strategi Think-Talk-Write Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Herman, T. (2000). Strategi Pemecahan Masalah (Problem Solving) Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam Kegiatan Asistensi Guru Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah Jawa Barat. Bandung: LPM Institut Teknologi Bandung dan Departemen Agama Republik Indonesia, 28 September s.d. 3 Oktober 2000.
Jacob, C. (2000). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Versi George Polya. Makalah Disajikan pada Pengabdian kepada Masyarakat: Penyuluhan Pembelajan Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah bagi para Guru Pendidikan Dasar di Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi JABAR.
Jacob, C. (2010). Pemecahan Masalah Matematis: Suatu Telaah Perspektif Teoretis dan Praktis. Makalah disajikan pada Seminar dan Lokakarya Pendidikan Matematika dengan Tema “Peningkatan Kualitas Pemberdayaan Guru Matematika” 8-15 Juli 2010, Subang.
Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/downloads/smp/PenalaranPemecahanMasalah.pdf [25 Februari 2009].
Sopiyah, O. (2010). Pengaruh Model ’KUASAI’ Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMK. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Suherman, E., Winataputra, U. S. (1992). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud.
Suherman, E. Erman. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar